TEORI BRUNER BELAJAR MATEMATIKA
Tokoh Jerome S. Bruner
Bruner yang memiliki nama lengkap Jerome Seymour Bruner lahir tanggal 1 Oktober 1915 adalah seorang ahli psikologi dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, telah mempelopori aliran psikologi kognitif yang memberi dorongan agar pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan berfikir.
Bruner banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia belajar, atau memperoleh pengetahuan dan mentransformasi pengetahuan. Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa manusia sebagai pemproses, pemikir dan pencipta informasi.
Bruner menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya. Teori Bruner tentang kegiatan belajar manusia tidak terkait dengan umur atau tahap perkembangan.
1. Teori Belajar Bruner
Pengajaran matematika hendaknya diarahkan agar siswa mampu secara sendiri menyelesaikan masalah-masalah lain yang diselesaikan dengan bantuan teori belajar matematika.
Begitu pentingnya pengetahuan teori belajar matematika dalam system penyampaian materi di kelas sehingga setiap metode pengajaran harus selalu disesuaikan dengan teori belajar. Dalam teorinya yang diberi judul “Teori Perkembangan Belajar”, Bruner menekankan pada proses belajar meggunakan metode mental, yaitu individu yang belajar mengalami sendiri apa yang dipelajarinya agar proses tersebut dapat direkam dalam pikirannya dengan caranya sendiri.
Discovery learning dari Jerome Bruner, merupakan model pengajaran yang dikembangkan berdasarkan pada pandangan kognitif tentang pembelajaran dan prinsip-prinsip konstruktivis. Di dalam discovery learning siswa didorong untuk belajar sendiri secara mandiri. Siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip dalam memecahkan masalah, dan guru mendorong siswa untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan kegiatan yang memungkinkan siswa menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.
Pembelajaran ini membangkitkan keingintahuan siswa, memotivasi siswa untuk bekerja sampai menemukan jawabannya.Siswa belajar memecahkan masalah secara mandiri dengan keterampilan berpikir sebab mereka harus menganalisis dan memanipulasi informasi.
Adanya interaksi antara siswa dengan lingkungan fisik ini, akan memberikan kesempatan baginya untuk melaksanakan penemuan. Sehubungan dengan pengalaman fisik ini, Bruner mengemukakan bahwa dalam proses belajarnya anak melewati tiga tahapan, yaitu:
a. Tahap enaktif (enactive). Dalam tahap ini anak secara langsung terlibat dalam memanipulasi (mengotak-atik) suatu benda. Sebagai contoh, kita ingin mengenalkan konsep bilangan pecahan kita dapat menggunakan sebuahapel yang dibagi dua sama besar.
b. Tahap ikonik (iconic). Dalam tahap ini kegiatan yang dilakukan anak sudah behubungan dengan mental, yang merupakan gambaran dri objek/benda yang dimanipulasinya. Anak tidak langsung memanipulasi objek seperti yang dilakukan pada tahap enaktif. Misalnya dengan menunjukkan pada sajian yang berupa gambar atau grafik.
c. Tahap simbolik (symbolic). Dalam tahap ini anak tidak lagi terikat dengan objek pada tahap sebelumnya. Anak pada tahap ini sudah mampu mengggunakan notasi atau symbol tanpa ketergantungan terhadap objek real (Indriana, 2011).
Bruner mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses itu ialah (1) memperoleh informasi baru; (2) transformasi informasi; (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan (Mimi, 2013). Dalil-dalil (teorema) yang berkaitan dengan pembelajaran matematika menurut Bruner dan Kenvey berdasarkan percobaan dan pengalamannya yaitu:
a. Dalil penyusunan
Dalil penyusunan menyatakan bahwa siswa selalu mempunyai kemampuan mengusai definisi, teorema, konsep, dan kemampuan matematis lainnya, oleh karena itu cara terbaik bagi siswa untuk memulai belajar konsep dan prinsip dalam matematika adalah dengan mengkonstruksi sendiri konsep dan prinsip yang dipelajari itu.
b. Dalil notasi
Dalil notasi menyatakan bahwa notasi matematika yang digunakan harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan mental anak (enaktif, ikonik, dan simbolik).
c. Dalil pengkontrasan dan keaneragaman (variasi)
Dalil pengkontrasan dan keanekaragaman (variasi) menyatakan bahwa suatu konsep harus dikontraskan dengan konsep lain dan harus disajikan dengan contoh-contoh yang bervariasi. Misalnya, untuk memahami konsep bilangan 2, siswa diberi kegiatan untuk membuat kelompok benda yang beranggotakan 2. Selain itu juga diberi kegiatan untuk membuat kelompok benda yang tidak beranggotakan 2. Bisa juga memilih kelompok-kelompok mana yang merupakan kelompok 2 benda, dan kelompok-kelompok mana yang bukan 2 benda.
d. Dalil pengaitan
Dalil pengaitan menyatakan bahwa antara konsep matematika yang satu dengan konsep yang lain mempunyai kaitan yang erat, baik dari segi isi maupun dari segi penggunaan rumus-rumus. Misalnya rumus luas persegi panjang merupakan materi prasyarat untuk penemuan rumus luas jajargenjang yang diturunkan dari rumus persegi panjang.
2. Aplikasi dalam Pembelajaran Matematika
Pembelajaran penemuan ini menekankan pentingnya pemahaman tentang struktur materi dari suatu ilmu yang dipelajari, perlunya belajar aktif sebagai dasar pemahaman.
Untuk memperolehnya siswa harus aktif di mana mereka harus mengidentifikasi sendiri pemahaman yang diperoleh, tidak hanya menerima penjelasan dari guru. Oleh karena itu, guru harus memunculkan masalah yang mendorong siswa untuk melakukan kegiatan penemuan. Dalam pembelajaran guru memberikan contoh dan siswa bekerja berdasarkan contoh sampai menemukan hubungan antar bagian dari struktur materi. Aplikasinya dalam pembelajaran:
a. Guru merencanakan pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki siswa
b. Guru menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi siswa untuk menyelesaikan masalah. Hendaknya mulai dengan sesuatu yang sudah dikenal oleh siswa, kemudian guru mengemukakan sesuatu yang berlawanan (Danar, 2006).
c. Memberikan contoh dan bukan contoh dari konsep yang dipelajari.
d. Membantu siswa mencari hubungan antara konsep.
e. Mengajukan pertanyaan dan membiarkan siswa mencoba menemukan sendiri jawabannya.
f. Mendorong siswa untuk membuat dugaan yang bersifat penemuan (Trianto, 2010)
Mempelajari penjumlahan dua bilangan cacah
a. Tahap enaktif
Dalam mempelajari penjumlahan dua bilangan cacah, pembelajaran akan terjadi secara optimal jika mula-mula siswa mempelajari hal itu dengan menggunakan benda-benda konkrit (misalnya menggabungkan 3 kelereng dengan 2 kelereng, dan kemudian menghitung banyaknya kelereng semuanya).
b. Tahap ikonik
Kegiatan belajar dilanjutkan dengan menggunakan gambar atau diagram yang mewakili 3 kelereng dan 2 kelereng yang digabungkan tersebut (dan kemudian dihitung banyaknya kelereng semuanya, dengan menggunakan gambar atau diagram tersebut). Pada tahap yang kedua siswa bisa melakukan penjumlahan itu dengan menggunakan pembayangan visual (visual imagery) dari kelereng, kelereng tersebut.
c. Tahap simbolik
Sebagai contoh, Kemudian, Pada tahap berikutnya, siswa melakukan penjumlahan kedua bilangan itu dengan menggunakan lambang-lambang bilangan, yaitu: 3 + 2 = 5.
3. Kelebihan dan Kekurangan Teori Bruner
a. Kelebihan Teori Bruner
1) Belajar penemuan dapat digunakan untuk menguji apakah belajar sudah bermakna.
2) Pengetahuan yang diperoleh si belajar akan tertinggal lama dan mudah diingat.
3) Belajar penemuan sangat diperlukan dalam pemecahan masalah sebab yang diinginkan dalam belajar agar si belajar dapat mendemonstrasikan pengetahuan yang diterima.
4) Transfer dapat ditingkatkan di mana generalisasi telah ditemukan sendiri oleh si belajar daripada disajikan dalam bentuk jadi.
5) Penggunaan belajar penemuan mungkin mempunyai pengaruh dalam menciptakan motivasi belajar.
6) Meningkatkan penalaran si belajar dan kemampuan untuk berfikir secara bebas.
b. Kekurangan Teori Bruner 1) Teori belajar ini menuntut peserta didik untuk memiliki kesiapan dan kematangan mental. Peserta didik harus berani dan berkeinginan mengetahuai keadaan disekitarnya. Jika tidak memiliki keberanian dan keinginan tentu proses belajar akan gagal. 2) Teori belajar seperti ini memakan waktu cukup lama dan kalau kurang terpimpin atau kurang terarah dapat menyebabkan kekacauan dan kekaburan atas materi yang dipelajari.
Komentar
Posting Komentar