Teori Piaget Belajar Matematika

Tokoh Jean Piaget

Jean Piaget lahir pada 9 Agustus 1896 di Neuchâtel, Swiss. Dia seorang ahli psikologi perkembangan, tetapi psikologi hanya berupa bagian kecil dari pekerjaannya. Ia terkenal karena teori pembelajaran berdasarkan tahap yang berbeda beda dalam perkembangan intelegensi anak. Ia sebenarnya seorang ahli epistemologi. Beliau memulaikan kariernya sebagai penulis pada usia 10 tahun. Selepas tamat sekolah menengah melanjutkan pelajaran ke Universiti Nauchatel. Beliau mendapat PhD semasa berumur 22 tahun. Jean mula meminati Psikologi apabila beliau terpilih menjadi pengarah Psikologi di Universiti Jeneva. Tidak lama kemudian beliau dilantik sebagai ketua “Swiss Society for Psychologist.”

1. Teori Belajar Piaget

Teori belajar piaget ini merupakan aliran psikologi kognitif menyatakan bahwa anak belajar itu harus disesuaikan dengan tahap perkembangan mentalnya. Artinya bila seorang guru akan memberikan pengajaran harus disesuaikan dengan tahap–tahap perkembangan tersebut. Selama penelitian Piaget semakin yakin akan adanya perbedaan antara proses pemikiran anak dan orang dewasa. Ia yakin bahwa anak bukan merupakan suatu tiruan dari orang dewasa. Anak bukan hanya berpikir kurang efisien dari orang dewasa, melainkan berpikir secara berbeda dengan orang dewasa. Itulah sebabnya mengapa Piaget yakin bahwa ada tahap perkembangan kognitif yang berbeda dari anak sampai menjadi dewasa.

Menurut Piaget dalam (Indriana, 2011) seorang anak maju melalui empat tahap perkembangan kognitif, antara lahir dan dewasa.

a. Tahap sensorimotor (umur 0 – 2 tahun)
Pada tahap sensorimotor, anak mengenal lingkungan dengan kemampuan sensorik yaitu dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, perabaan. Karakteristik tahap ini merupakan gerakan – gerakan akibat suatu reaksi langsung dari rangsangan. Anak mengatur alamnya dengan indera (sensori) dan tindakan-tindakannya (motor), anak belum mempunyai kesadaran – kesadaran adanya konsepsi yang tetap.
Contohnya diatas ranjang seorang bayi diletakkan mainan yang akan berbunyi bila talinya dipegang. Suatu saat, ia akan main-main dan menarik tali itu. Ia mendengar bunyi yang bagus dan ia senang. Maka ia akan mencoba menarik-narik tali itu agar muncul bunyi menarik yang sama.

b. Tahap persiapan operasional (2 – 7 tahun)
Operasi adalah suatu proses berpikir logis, dan merupakan aktifitas mental bukan aktifitas sensorimotor. Pada tahap ini anak belum mampu melaksanakan operasi–operasi mental. Unsur yang menonjol dalam tahap ini adalah mulai digunakannya bahasa simbolis, yang berupa gambaran dan bahasa ucapan. Dengan menggunakan bahasa, inteligensi anak semakin maju dan memacu perkembangan pemikiran anak karena ia sudah dapat menggambarkan sesuatu dengan bentuk yang lain (Indriana, 2011).
Contohnya anak bermain pasar-pasaran dengan uang dari daun. Kemudian dalam penggunaan bahasa, anak menirukan apa saja yang baru ia dengar. Ia menirukan orang lain tanpa sadar. Hal ini dibuat untuk kesenangannya sendiri. Tampaknya ada unsur latihan disini, yaitu suatu pengulangan untuk semakin memperlancar kemampuan berbicara meskipun tanpa disadari.

c. Tahap operasi konkret (7 – 11 tahun)
Tahap operasi konkret dinyatakan dengan perkembangan system pemikiran yang didasarkan pada peristiwa-peristiwa yang langsung dialami. Anak masih menerapkan logika berpikir pada barang – barang yang konkret, belum bersifat abstrak maupun hipotesis.
Contohnya suatu gelas diisi air. Selanjutnya dimasukkan uang logam sehingga permukaan air naik. Anak pada tahap operasi konkreat dapat mengetahui bahwa volume air tetap sama. Pada tahap sebelumnya, anak masih mengira bahwa volume air setelah dimasukkan logam menjadi bertambah.

d. Tahap operasi formal (11 tahun keatas)
Tahap operasi formal merupakan tahap akhir dari perkembangan kognitif secara kualitas. Pada tahap ini anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan
dengan objek atau peristiwanya langsung, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia (Mimi, 2013)
Kecepatan perkembangan tiap individu melalui urutan tiap tahap ini berbeda dan tidak ada individu yang melompati salah satu dari tahap diatas. Tiap tahap ditandai dengan munculnya kemampuan-kemampuan intelektual baru yang memungkinkan orang memahami dunia dengan cara yang semakin kompleks. Sebagian perkembangannya bergantung pada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan berinteraksi aktif dengan lingkungan. Hal ini mengindikasikan bahwa lingkungan di mana anak belajar sangat menentukan proses perkembangan kognitif anak. Pola prilaku atau berpikir yang digunakan anak-anak dan orang dewasa dalam menangani objek-objek di dunia disebut skemata. Pengamatan mereka terhadap suatu benda mengatakan kepada mereka sesuatu hal tentang objek tersebut. Adaptasi lingkungan dilakukuan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan penginterpretasian pengalaman-pengalaman baru dalam hubungannya dengan skema-skema yang telah ada. Sedangkan akomodasi adalah pemodifikasian skemaskema yang ada untuk mencocokkannya dengan situasisituasi baru. Proses pemulihan kesetimbangan antara pemahaman saat ini dan pengalaman-pengalaman baru disebut ekuilibrasi. Menurut piaget, pembelajaran bergantung pada proses ini. Saat kesetimbangan terjadi, anak memiliki kesempatan bertumbuh dan berkembang. Guru dapat mengambil keuntungan ekuilibrasi dengan menciptakan situasi yang mengakibatkan ketidakseimbangan, oleh karena itu menimbulkan keingintahuan siswa.
Piaget yakin bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Selain itu, ia juga berkeyakinan bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya berargumentasi, berdiskusi, membantu memperjelas pemikiran, yang pada akhirnya membuat pemikiran itu menjadi lebih logis.

2. Aplikasi dalam Pembelajaran Matematika

Guru dapat menciptakan suatu keadaan atau lingkungan belajar yang memadai agar siswa dapat menemukan pengalaman-pengalaman nyata dan terlibat langsung dengan alat dan media. Peranan guru sangat penting untuk menciptakan situasi belajar sesuai dengan teori piaget. Beberapa implikasi teori Piaget dalam pembelajaran:

a. Memfokuskan pada proses berpikir anak, tidak sekedar pada produknya. Diamping itu dalam pengecekkan kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sampai pada jawaban tersebut.

b. Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang penting sekali dalam inisiatif-diri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran.

c. Penerimaan perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan. Bahwa seluruh anak berkembang melalui urutan perkembangan yang sama namun mereka memperolehnya pada kecepatan yang berbeda. Oleh karena itu guru harus melakukan upaya khusus untuk lebih menata kegiatan kelas untuk individu dan kelompok kecil anak-anak daripada kelompok klasikal. Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Di dalam kelas tidak menyajikan pengetahuan melainkan anak didorong untuk menemukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi dengan lingkungannya. Oleh karena itu, guru dituntut untuk mempersiapkan beraneka ragam kegiatan yang memungkinkan anak melakukan kegiatan secara langsung.
Dari implikasi teori Piaget diatas, jelaslah guru harus mampu menciptakan keadaan siswa yang mampu untuk belajar sendiri. Artinya, guru tidak sepenuhnya mengajarkan suatu bahan ajar kepada siswa, tetapi guru dapat mambangun siswa yang mampu belajar dan terlibat aktif dalam belajar (Trianto, 2010).
Penerapan dari empat tahap perkembangan intelektual anak yang dikemukakan oleh Piaget, adalah sebagai berikut:

a. Tahap Sensorimotor (0-2 tahun)
Untuk mengembangkan kemampuan matematika anak di tahap ini, anak-anak pada tahap sensorimotor memiliki beberapa pemahaman tentang konsep angka dan menghitung. Misalnya orang tua dapat membantu menghitung dengan jari, mainan dan permen. Sehingga anak dapat menghitung benda yang dia miliki dan mengingat apabila ada benda yang ia punya hilang.

b. Tahap persiapan operasional (2 -7 tahun)
Piaget membagi perkembangan kognitif tahap persiapan operasional dalam dua bagian:
1) Umur 2 – 4 tahun
Pada umur 2 tahun, seorang anak mulai dapat menggunakan simbol atau tanda untuk mempresentasikan suatu benda yang tidak tampak dihadapannya. Penggunaan simbol itu tampak dalam 3 gejala berikut:

a) Imitasi tidak langsung
Anak mulai dapat menggambarkan suatu hal yang sebelumnya dapat dilihat, yang sekarang sudah tidak ada. Dengan kata lain, ia mulai dapat membuat imitasi yang tidak langsung dari bendanya sendiri.Contohnya bola sesungguhnya dalam bentuk bola plastik.

b) Permainan simbolis
Dalam permainan simbolis, seringkali terlihat bahwa seorang anak berbicara sendirian dengan mainannya. Misalnya jika si anak merasa senang dengan bola, maka ia akan bermain bola – bolaan.

c) Gambaran mental
Gambaran mental adalah penggambaran secara pikiran suatu objek atau pengalaman yang lampau. Pada tahap ini, anak masih mempunyai kesalahan yang sistematis dalam menggambarkan kembali gerakan atau transformasi yang ia amati. Contoh deretan 5 kelereng berwarna coklat dan hitam. Dari pengamatan itu anak masih beranggapan bahwa kelereng coklat lebih banyak daripada kelereng hitam karena jarak kelereng coklat lebih besar daripada kelereng hitam. Apabila jarak kelereng hitam dan coklat disamakan maka anak mengatakan bahwa jumlah kelereng sama.

2) Umur 4 – 7 tahun (pemikiran intuitif)
Pada umur 4 – 7 tahun, pemikiran anak semakin berkembang pesat. Tetapi perkembangan belum penuh karena anak masih mengalami operasi yang tidak lengkap dengan suatu bentuk pemikiran atau penalaran yang tidak logis. Contoh terdapat 20 kelereng, 16 berwarna merah dan 4 putih diperlihatkan kepada seorang anak dengan pertanyaan berikut: “Manakah yang lebih banyak kelereng merah ataukah kelerengkelereng itu?”
A usia 5 tahun menjawab: “lebih banyak kelereng
merah.”
B usia 7 tahun menjawab: “Kelereng kelereng lebih
banyak daripada kelereng yang berwarna merah.”
Tampak bahwa A tidak mengerti pertanyaan yang diajukan, sedangkan B mampu menghimpun kelereng merah dan putih menjadi suatu himpunan kelereng atau dapat disimpulkan bahwa anak masih sulit untuk menggabungkan pemikiran keseluruhan dengan pemikiran bagiannya.

3) Tahap operasi konkret (7 – 11 tahun)
Tahap operasi konkret ditandai dengan adanya system operasi berdasarkan apa- apa yang kelihatan nyata/konkret. Anak masih mempunyai
kesulitan untuk menyelesaikan persoalan yang mempunyai banyak variabel. Misalnya, bila suatu benda A dikembangkan dengan cara tertentu menjadi benda B, dapat juga dibuat bahwa benda B dengan cara tertentu kembali menjadi benda A. Dalam matematika, diterapkan dalam operasi penjumlahan (+), pengurangan (-), urutan (<), dan persamaan (=).
Contohnya, 5 + 3 = 8 dan 8 – 3 = 5
Pada umur 8 tahun, anak sudah memahami konsep penjumlahan yang seterusnya berlanjut pada perkalian.

4) Tahap operasi formal (11 tahun keatas)
Pada tahap ini, anak sudah mampu berpikir abstrak bila dihadapkan kepada suatu masalah. Contohnya seorang anak mengamati topi ayahnya yang berbentuk kerucut. Ia ingin mengetahui volume dari topi ayahnya tersebut. Lalu ia mengukur topi tersebut dan memperoleh tinggi kerucut 3 cm dengan jari – jari 7 cm.
Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, maka guru sudah terlebih dahulu memberikan konsep kepada siswa mengenai bangun ruang (volum limas).
Volum limas = 13⁄ (luas alas) (tinggi limas) = 13⁄ 𝜋 𝑟2 𝑡 = 13∙227∙7∙7∙3
= 154 cm³

3. Kelebihan dan Kekurangan Teori Piaget

a. Kelebihan:
1) Membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah
2) Dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar
3) Menjadikan proses berfikir siswa llebih kreatif
4) Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah (problem solving)
5) Siswa diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

b. Kekurangan:
1) Tidak dapat diukur hanya satu orang siswa saja, melainkan kita harus melihat kemampuan mereka
2) Siswa masih merasa sulit ketika dihadapkan pada benda-benda atau peristiwa-peristiwa yang tidak ada hubungannya secara jelas dan konkrit dengan realitas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pembuktian Langsung Matematika

Contoh soal HOTS Matematika

Materi Peluang